Momentum

MAYDAY 2007

Monday, April 30, 2007

PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP)

Bentuk Konfederasi Buruh Nasional yang pro terhadap buruh !!!
Tolak UU Ketenagakerjaan dan revisinya !!!
Upah Layak Nasional bagi buruh Indonesia !!!


Salam rakyat pekerja,

1 Mei yang merupakan hari buruh internasional kembali diperingati. 1 Mei juga merupakan hari raya nya kaum buruh sedunia. Tetapi untuk beberapa tahun yang lalu, pada rejim Orde Baru, 1 Mei atau yang lebih dikenal sebagai Mayday dilarang keras untuk dirayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan pemerintah menghembuskan isu bahwa Mayday merupakan perayaannya kelompok komunis. Penipuan sejarah tersebut ternyata tidak berlanjut sampai pada masa reformasi.

Sejak jatuhnya Suharto, kebebasan politik memberi kesempatan juga bagi kaum buruh Indonesia untuk berorganisasi tanpa paksaan untuk hanya patuh pada pembatasan pemerintah dan pengusaha. Hari Buruh pun mulai dirayakan kembali sejak tahun 1999 dan mulai kembali masuk dalam ingatan masyarakat kita. Hingga kini kita terus mencatat bahwa Hari Buruh itu selalu dirayakan dengan bersemangat oleh kaum buruh dan tidak pernah memberikan kerugian bagi masyarakat.

1 Mei merupakan hari bersejarah bagi kaum buruh sedunia, dimana di tahun 1880 jam kerja sehari 15 jam. Ada tiga tuntutan : delapan jam kerja, delapan jam istirahat dan delapan jam tidur menjadi kemenangan setelah aksi demonstrasi menjalar keseluruh pelosok dunia. Kemenangan itu yang kemudian menjadikan jam kerja kita tidak panjang lagi. Persatuan dan solidaritas buruh sedunia adalah kekuatan yang mampu memenangkan itu semua.

Di Indonesia, pada perayaan 1 Mei 2006, kaum buruh pun menyuarakan sikap yang jelas dari rakyat pekerja, yaitu TOLAK PENJAJAHAN BARU !!! Hari Buruh 2006 telah menjadi ruang pertemuan bersama buat serikat buruh, organisasi pemuda miskin kota, kelompok mahasiswa, kelompok perempuan, dan semua orang yang mengambil posisi memperjuangkan keadilan sosial yang gagal diwujudkan oleh pemerintah. Menolak Penjajahan Baru artinya; kita menolak penindasan terhadap rakyat yang lemah di negeri ini oleh siapa pun juga.

Setelah 60 tahun kemerdekaan Indonesia, ternyata kita dihadapi dengan penajajahan gaya baru. Upah buruh murah dan tidak adanya kepastian kerja karena sistem kerja kontrak dan outsourcing yang diterapkan oleh pemerintah, menjadi hambatan baru bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia semakin terjerumus ke dalam jurang kemiskinan akibat aturan ketenagakerjaan yang dibuat oleh pemerintah.

Sementara hambatan yang dialami oleh rakyat Indonesia bukan hanya pada sektor buruh. Petani pun kesulitan untuk bercocok tanam karena tidak memiliki lahan untuk ditanami, nelayan tidak lagi melaut karena tidak mampu untuk membeli BBM dan rakyat miskin kota tidak memiliki lapangan pekerjaan.

Penjajahan gaya baru ini diakibatkan oleh pembangunan ekonomi kita yang diputuskan oleh pengusaha dan pemerintah. Bahkan hari ini kita melihat yang berkuasa di negeri ini adalah pemerintah pengusaha. Pembangunan yang digerakkan oleh pengusaha mengakibatkan hutang-hutang luar negeri menumpuk, kegiatan usaha mereka menyebaban kerusakan lingkungan, keuntungan yang mereka dapatkan dari produksi justru membuat masyarakat sekitarnya terus tertinggal.

Tahun lalu pada hari buruh 1 Mei 2006, rakyat pekerja menyerukan untuk menolak UU Ketenagakerjaan dan revisinya. Karena jelas, UUK yang telah merugikan kaum buruh di Indonesia akan direvisi beberapa pasalnya yang ternyata semakin merugikan kaum buruh. Revisi itu sendiri sebenarnya merupakan alat untuk menarik investor asing lebih banyak lagi ke Indonesia. Kaum modal menginginkan para pekerja menjual tenaganya dengan sedikit saja perlindungan dan keselamatan yang diatur oleh hukum. Akibatnya yang merajalela adalah Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing yang tidak melindungi buruh.

Sistem kerja kontrak dan Outsourcing telah merampas kekuatan yang dimiliki oleh buruh untuk membuat perjanjian kerja secara kolektif dengan menggunakan serikat buruh. Semua pekerjaan diterapkan sistem kontrak dan outsourcing yang akibatnya rakyat pekerja kita terus menjadi kuli walau sudah bekerja bertahun-tahun bahkan belasan tahun. Jarang tersedia kesempatan melakukan tawar-menawar karena pengusaha menerapkan perjanjian secara perorangan, tanpa serikat buruh, maka terjadilah kompetisi antar calon pekerja — yang jumlahnya banyak karena meluasnya pengangguran. Jika ini terjadi, “harga jual tenaga kerja” akan jatuh. Akibatnya kebanyakan kita tidak mendapatkan upah yang layak. Upah kita bahkan tidak cukup untuk hidup.

Selama ini permasalahan-permasalahan diatas selalu ditangani oleh serikat-serikat pekerja yang diakui oleh pemerintah. Tetapi kenyataannya permasalahan-permaslaahan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh serikat-serikat pekerja tersebut. Bahkan kaum buruh semakin terjerumus dalam kerugian yang besar. Yang jelas, serikat-serikat pekerja tersebut selama ini berhubungan dengan pemerintah dan pengusaha. Dengan berbagai macam permasalahan di atas, jelas kita tidak dapat mempercayai lagi serikat-serikat buruh yang bekerjasama dengan kaum kapitalis. Terbukti bahwa banyak dari kebijakan untuk kaum pekerja Indonesia, mereka selalu ikut memberi andil dengan mengatasnamakan kaum pekerja. Serikat pekerja seperti itu harus ditinggalkan dan membentuk yang baru. Agar kita bisa mengembalikan kedaulatan kita sebagai klas pekerja Indonesia.


Maka dari itu kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
1. Tolak UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan revisinya, yang merugikan kaum buruh.
2. Upah Layak Nasional harus diberlakukan kepada para buruh di Indonesia. Karena jelas upah minimum yang selama ini diberlakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu membawa kesejahteraan bagi kaum buruh.
3. Bentuk Konfederasi Buruh Nasional yang baru karena konfederasi serikat buruh yang selama ini diakui oleh pemerintah tidak dapat memperjuangkan kesejahteraan bagi kaum buruh. Dan terbukti konfederasi serikat buruh tersebut selama ini selalu terlibat dalam pembahasan yang mengatasnamakan pekerja dengan pemerintah dan pengusaha.
4. Kepada kaum buruh dan masyarakat tertindas lainnya untuk mulai melakukan perjuangan politik dalam mencapai kesejahteraannya, karena pemerintah pengusaha yang selama ini berkuasa tidak pernah memikirkan nasib masyarakat tertindas.



Jakarta, 30 April 2007
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja


Sekretaris Jenderal



Irwansyah

No comments: