Momentum

MAYDAY 2007

Friday, April 13, 2007

Mengapa Buruh Harus Berpolitik?

Pernahkah kita bertanya, mengapa nasib buruh tidak pernah berubah? Mengapa Undang-undang tidak pernah berpihak pada buruh? Mengapa Depnaker tidak berdaya untuk melindungi buruh? Mengapa pengusaha dilindungi oleh polisi dan tentara? Mengapa kalau buruh melakukan mogok yang tidak sesuai UU pasti dipenjara, sedangkan kalau pengusaha melakukan penutupan pabrik seenaknya tidak dikenai sanksi? Mengapa pengusaha bisa berbohong secara terang-terangan tanpa terkena akibatnya sedikit juga?

Jawabannya sederhana: karena yang ada di pemerintahan, mau itu di DPR/MPR ataupun lembaga-lembaga negara sekalipun, semuanya adalah pengusaha juga. Para "wakil rakyat" kita, sebagian besar adalah pengusaha. Harian Rakyat Merdeka di Jakarta di tahun 2000 pernah memuat daftar kekayaan para anggota DPR. Dan lihatlah di daftar itu: pemilik usaha ini, pemilik tanah di sana, manajer/direktur di perusahaan anu. Lihatlah juga para pimpinan partai politik. Bahkan presiden-presiden kita juga berasal dari kalangan pengusaha atau tuan tanah.

Kalaupun orang pemerintahan itu bukan teman/kenalan pengusaha di pabrik kita, pasti ia punya kepentingan yang sama. Ia juga butuh untuk memotong upah buruh, ia butuh mem-PHK buruh tetap untuk kemudian dipaksa jadi buruh kontrak, ia butuh untuk membubarkan serikat-serikat buruh yang berani berjuang demi buruh.

Kalau sudah begini, herankah kita ketika pengaduan kita ke DPR masuk keranjang sampah? Tentu saja si "wakil rakyat" itu akan memasang muka manis ketika bertemu dengan kita. Tapi, sebagai sama-sama pengusaha, kepentingan siapa yang akan dibelanya? Apa mungkin si pengusaha yang mengaku wakil rakyat itu membela buruh, dan mencelakakan pengusaha lainnya?

Kita maju lagi selangkah. Kalau yang ada di parlemen, dan di lembaga pemerintahan lain, adalah pengusaha, mungkinkah mereka membuat UU yang menguntungkan buruh. Itu 'kan sama artinya dengan merugikan diri sendiri.

Selama pemerintahan masih diisi oleh para pengusaha dan orang-orangnya pengusaha, perjuangan buruh untuk mengangkat kesejahteraannya akan terus menemui jalan buntu. Sekalipun kita mematuhi UU, justru UU itu yang merugikan kita.

Satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kebuntuan ini adalah dengan berpartai. Kita harus bikin partai sendiri. Kita harus belajar untuk berpolitik, belajar berdebat dengan intelektual, belajar membuat undang-undang…. Pendeknya, kita harus masuk ke dalam pemerintahan. Kita harus memenangkan pertarungan dengan pengusaha bukan lagi di tingkat pabrik, melainkan di tingkat pembuatan UU. Kalau mayoritas anggota parlemen adalah buruh yang tiap hari memeras keringat di pabrik-pabrik, bukan mustahil kita menciptakan satu UU yang akan sangat berpihak pada buruh.

Partai yang sekarang mengaku sebagai "partai buruh" tidak cukup karena tidak mau/tidak mampu terlibat dalam perjuangan sehari-hari buruh untuk mempertahankan hak. Kita harus bangun partai kita sendiri. Partai yang dipimpin sendiri oleh buruh. Partai yang mayoritas anggota dan pemimpinnya adalah buruh.

Mungkin ini kedengaran seperti mimpi. Tapi kita harus berani bercita-cita: merebut kepemimpinan dalam parlemen, menjadi presiden. Karena hanya itu caranya agar UU berpihak pada kita. Karena hanya itu caranya agar aparat pemerintahan berpihak pada kita.

Kita harus belajar agar tidak tergantung pada orang lain dalam perjuangan kita. Kita harus berhenti mengemis dan membungkuk-bungkuk pada para birokrat yang sombong. Kita harus berani berkata "Tidak usah, ya!" ketika mereka minta uang sogokan agar kasus kita dimenangkan pengadilan.

Tapi itu semua butuh perjuangan. Butuh waktu, kesabaran, tekad keras untuk belajar dan bekerja. Banyak membaca, berdiskusi, ikut rapat. Mengorganisir, merekrut orang. Partai-partainya orang kaya bisa mengucurkan milyaran rupiah untuk membeli suara. Kita hanya akan mendapatkan suara dari mereka yang sepenuhnya yakin akan perjuangan pembebasan buruh. Dan itu hanya akan diperoleh dengan kerja keras kita dari hari ke hari. Membangun partai kita sendiri. Membangun masa depan kita sendiri.

Bangun partai politik milik kelas pekerja, milik buruh sendiri! Jalannya lebih panjang dan sukar daripada sekedar melakukan pemogokan menuntut upah. Tapi di ujung jalan itu, kesejahteraan buruh akan kita gapai.

No comments: