PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP)
Buruh berhak untuk mendapatkan manfaat dari APBN !!!
Restrukturisasi mesin TPT hanya untuk kepentingan pemodal !!!
Salam rakyat pekerja,
Pada bulan April 2007, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mencairkan dana restrukturisasi mesin industri Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT) sebesar Rp 255 Milyar. Dana ini merupakan dana awal yang telah disetujui pencairannya dari total penambahan investasi industri TPT yang direncanakan sebesar Rp 2 Trilyun selama tahun 2007 ini. Menurut pemerintah ini merupakan komitmen pemerintah untuk mendukung industri nasional.
Dalam argumentasi pemerintah, mesin-mesin baru harus dibeli oleh para pengusaha agar dapat bersaing dengan industri TPT dari negara-negara lain -- khususnya negara negara tetangga (Vietnam, Cina, dll) yang dalam kurun waktu terakhir menjadi kompetitor kita di sektor industri dasar ini. Hal ini dipertegas Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, yang menyatakan restrukturisasi mesin TPT diperlukan karena pengusaha kita memakai mesin yang kalah canggih dibanding negara-negara yang bersaing di pasar TPT.
Restrukturisasi mesin TPT adalah subsidi langsung yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha TPT yang ingin membeli mesin-mesin untuk produksi. Bantuan restrukturisasi mesin akan disalurkan kepada industri dalam dua skema yaitu diskon potongan harga sebesar 11 persen dari nilai mesin atau maksimal Rp 5 miliar dan skema kedua berupa pemberian kredit dengan modal padanan sehingga industriawan hanya dibebankan 25 persen dari nilai mesin. Artinya melalui kedua skema itu, pemerintah memberikan subsidi langsung kepada pengusaha dengan mempergunakan uang rakyat yang berasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN). Subsidi pada skema pertama telah disetujui pencairan dananya sejumlah 175 milliar dan berfungsi sebagai dana yang membuat harga mesin TPT yang harus dibeli pengusaha bisa berkurang harganya (mendapat discount) karena dibayar oleh uang yang menjadi subsidi. Sementara subsidi pada skema kedua mengambil bentuk dukungan tambahan permodalan yang mengucur melalui kredit yang membuat pengusaha hanya perlu membayar 25% dari harga jual mesin.
Tetapi bila kita periksa secara teliti sebenarnya restrukturisasi ini adalah komitmen rejim pengusaha (SBY-JK) menyelamatkan kawan-kawannya sesama borjuasi domestik yang tak mampu bergerak. Hal ini diakibatkan karena salah urus ekonomi nasional yang hendak ditutup-tutupi dengan berbagai pengalihan issue, tetapi "bau busuk" kehancuran pembangunan itu tetap tak mampu terbendung karena melekat pada berbagai kasus ketidakadilan sosial yang dialami masyarakat.
Dalam kasus penyehatan ekonomi dan industri kita tidak boleh lupa bahwa sebelumnya negara juga pernah mempraktekan restrukturisasi di sektor perbankan pada awal periode reformasi (neoliberal) Tapi apa lacur, akibat yang didapatkan oleh rakyat adalah buah pahit berupa manipulasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh para konglemerat/borjuasi domestik yang mengemplang dana itu untuk keperluan dirinya sendiri.
Dahulu para konglemerat yang dimanjakan BLBI dan kemudian memanipulasinya ini juga lah yang awalnya gagal membayar utang-utang luar negerinya sehingga terjadi lah krisis moneter 1997. Artinya rakyat pekerja Indonesia tidak boleh puas begitu saja dengan retorika manis yang mengatakan restruturisasi sektor ekonomi, dengan cara mengucurkan uang dari APBN kepada borjuasi domestik, punya tujuan memperbaiki daya saing ekonomi kita.
Prestasi ekonomi yang selalu diagung-agungkan oleh pemerintah adalah mematok angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inflasi yang rendah. Namun kenyataannya ekonomi riil tidak tumbuh sehingga tidak mendukung kegiatan produksi dan lapangan pekerjaan pun tidak tercipta. Faktanya rejim SBY-JK telah gagal menciptakan ekonomi yang memberikan manfaat langsung kepada rakyat tapi hanya berhasil menjaga angka-angka kestabilan ekonomi makro.
Bentuk praktis dari prestasi ekonomi yang absurd ini tampak dalam fenomena tingginya tingkat suku bunga komersial yang diterima perusahaan mencapai 15-16 persen. Meskipun Sukubunga Bank Indonesia sudah diturunkan, bunga yang diterima perusahaan sangat tinggi. Maka rejim pengusaha SBY-JK harus memberikan subsidi kepada pengusaha untuk menurunkan bunga menjadi 11 persen.
Memang untuk mencairkan dana itu langsung butuh waktu, itu sebabnya Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia (API) sampai melakukan tekanan kepada Departemen Keuangan agar segera melakukan pencairan. Penundaan yang bisa dimaklumi karena seluruh praktek politik kepemerintahan saat ini atas nama kesetiaan terhadap pasar bebas tidak bisa dengan mudah memberikan perlindungan kepada borjuasi domestik.
Tapi ketika berhadapan dengan potensi konflik di tingkatan elit politik nasional akibat prestasi ekonomi yang absurd maka tidak aneh kalau negara kembali digerakkan untuk mengintervensi ekonomi. Intervensi yang bukan karena mengakomodir kepentingan sosial masyarakat, tapi campur tangan untuk menyelamatkan kaum borjuasi domestik yang tidak tangguh dalam berproduksi dan berkompetisi dalam peri kehidupan ekonomi antar bangsa-bangsa.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh serikat-serikat buruh progresif di Indonesia? Karena sebenarnya restrukturisasi industri TPT hanyalah agenda kaum borjuasi domestik untuk menyelamatkan diri dari keterpurukan bersaing dengan borjuasi asing dan juga usaha rejim pengusaha SBY-JK menutupi kegagalan mengurus ekonomi nasional. Apakah hanya bisa menatap melongo sebagai penonton pasif dari sandiwara sadis yang mempermainkan keadilan sosial orang banyak, seperti dalam pengalaman BLBI dan berbagai subsidi terhadap pengusaha yang terbukti gagal bermanfaat karena lebih banyak dimanipulasi dan dikorupsi. Sekali lagi kemampuan serikat buruh progresif dituntut untuk mampu bertarung secara politik memenangkan posisi dan kebijakan negara.
Tahun lalu serikat-serikat buruh progresif telah mempraktekkan perjuangan massa yang mampu mencegah revisi Undang Undang Ketenagakerjaan yang pro pengusaha. Tahun ini serikat buruh bisa melanjutkan prestasi bagus perjuangan massa dalam konteks merespon restrukturisasi TPT. Serikat buruh tidak perlu berpikir sektoral, seolah restrukturisasi ini hanya bisa berguna buat sektor TPT, tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mempraktekan suatu praktek politik perburuhan yang meningkatkan posisi kaum buruh dalam proses produksi dan pembangunan ekonomi nasional.
Maka dari itu kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja manyatakan sikap:
1. Serikat Buruh progresif harus maju ke depan dan memimpin massa buruh memperjuangkan tuntutan mendapatkan hak dan manfaat dari penggunaan APBN sebagai sumber dana restrukturisasi TPT. Serikat Buruh harus mempergunakan momentum restrukturisasi industri ini sebagai kesempatan memaksa negoisasi dengan pemerintah dan pengusaha agar kaum buruh diberi ruang yang lebih besar dan lebih kuat dalam praktek hubungan kerja yang berlaku.
2. Serikat Buruh Progresif harus memaksa agar diakuinya posisi serikat buruh sebagai salah satu unsur pemilik sah dari mesin-mesin yang dibeli lewat subsidi dari dana APBN. Akibatnya bisa didesakkan suatu bentuk hubungan kerja baru dalam prateknya di Indonesia -- kontrol produksi (workers' control) oleh pekerja.
3. Pemerintah tidak bisa memaksakan aransemen restrukturisasi TPT yang hanya memikirkan posisi dan kepentingan pengusaha. Serikat buruh juga berhak terlibat dalam posisi yang lebih menentukan kebijakan dalam pembangunan industri nasional.
Perhimpunan Rakyat Pekerja mengajak kawan-kawan serikat buruh agar dilakukan tekanan yang kuat dan besar kepada pemerintah agar melibatkan serikat buruh dalam mengelola manfaat dari dana APBN untuk restrukturisasi sektor TPT. Langkah serikat buruh harus bergegas karena proses subsidi langsung kepada pengusaha sektor TPT telah berlangsung cukup lama dan kini telah masuk tahap pencairan.
Jakarta, 16 April 2007
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
Sekretaris Jenderal
Irwansyah
Monday, April 16, 2007
Restrukturisasi TPT hanya untuk kepentingan modal
Posted by
Perhimpunan Rakyat Pekerja
at
6:45 PM
Labels: Pernyataan Sikap
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment