PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP)
Mengecam Tragedi IPDN !!!
Kekerasan di IPDN merupakan cerminan politik kekerasan pemerintah !!!
Bubarkan pendidikan ala IPDN !!!
Salam rakyat pekerja,
Praktek kekerasan yang menjadi tradisi dalam budaya pendidikan di IPDN kembali terkuak. Bahkan fenomena kekerasan tersebut kembali memakan korban jiwa. Praja asal Sulawesi Utara, Cliff Muntu kembali menjadi korban dan mengingatkan kita, rakyat Indonesia dengan kejadian-kejadian meninggalnya beberapa praja junior akibat tindakan brutal seniornya.
Namun hal tersebut selalu saja dinyatakan sebagai tindakan “oknum” praja yang tidak dapat dikontrol oleh pengelola pendidikan IPDN. Apakah lembaga pendidikan IPDN merupakan pencipta “oknum-oknum” yang nantinya akan menjadi pemimpin di daerahnya atau bahkan di tingkat nasional? Apakah nantinya ketika mereka menjadi aparatur pemerintahan/pamong praja akan juga melakukan politik kekerasan yang serupa?
Yang dilupakan orang banyak dalam polemeik soal IPDN (yang sudah terjadi berulang kali dalam bentuk kematian siswanya) bahwa seolah-olah budaya kekerasan ini hanya lah fenomena yang terisolir di dalam lingkungan kampus IPDN. Yang lebih penting adalah kita, rakyat Indonesia harus dapat melihat keterhubungan antara praktek kekerasan yang menjadi tradisi dalam budaya pendidikan IPDN dengan fungsi penciptaan aparatur pemerintahan/pamong praja yang juga mempratekkan politik kekerasan terhadap rakyatnya. Kita harus melihatnya dalam satu kesinambungan/konsistensi antara kultur pendidikan yang dikembangkan dengan watak birokrasi dalam memerintah rakyat/warga negara. Apakah kita mau menutup mata bahwa semua Pemerintahan Birokratis dari tingkatan pusat hingga tingkatan kekuasaan terendah masih menggantungkan politiknya pada penggunaan kekerasan dan militerisme untuk meredam berbagai gejolak sosial?
Semua lulusan IPDN adalah para birokrat yang mempergunakan Satpol PP sebagai alat paling ampuh untuk menunjukkan bentuk kekuasaan yang tak tergugat atas berbagai perlawanan yang muncul akibat ketidakadilan sosial di masyarakat. Satpol PP mungkin bukan lulusan IPDN, bahkan kebanyakan berasal dari pendidikan rendah, tapi mereka hanya rantai terbawah dari mata rantai komando kekuasaan birokrasi kita. Melupakan bahwa di tingkatan komando yang lebih tinggi kita akan menemukan para lulusan IPDN, adalah sama juga dengan mengatakan bahwa tidak ada fenomena kekerasan yang tiada henti yang dipergunakan pemerintah daerah untuk merepresi rakyat yang dirugikan oleh ketidakadilan -- para pedagang kaki lima, penghuni pemukiman "yang dianggap liar", joki three in one, bahkan demonstran dari kelompok gerakan sosial.
Kita harus tegas menyimpulkan bahwa fungsi pendidikan militerisme di IPDN adalah untuk mendukung sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersemangat militerisme (yang bisa saja terus berubah bentuk dan tampilan, terutama sejak masa paska rejim Orde Baru- Suharto). Konsekwensinya bila kita memperjuangkan pemerintahan yang lebih demokratis dan semakin mengikis milterisme maka pendidikan ala IPDN harus dibubarkan.
Keperluan pendidikan untuk menghasilkan calon pamong praja bisa diubah dengan cara menciptakan kerja sama antara lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu sosial dan ilmu pemerintahan dengan sebuah cikal bakal lembaga baru yang otoritasnya harus ditempatkan pada tingkatan pemerintahan lokal. Model institusi pendidikan pencetak birokrat ini bisa dibentuk berjenjang sehingga pamong praja yang dihasilkan mengikuti desentralisasi kekuasaan yang idealnya memberi ruang partisipasi masyarakat lebih luas hingga ke tingkatan yang terendah.
Maka dari itu kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
1. Bubarkan sistem pendidikan militerisme ala IPDN yang memiliki tradisi mempraktekkan kekerasan terhadap juniornya. Dengan fenomena di kampusnya yang mempraktekkan budaya kekerasan terhadap juniornya, yang dianggap lebih lemah, maka jelas hal ini juga nantinya akan dipraktekkan kepada rakyat Indonesia yang juga dilihat sebagai pihak yang lebih lemah.
2. Pemerintah harus mendesentralisasi lembaga pendidikan yang menciptakan calon pamong praja ke pemerintahan lokal. Karena hal ini akan membuka ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas hingga ke tingkatan yang terendah.
3. Hentikan segera tindakan represi pemerintahan lokal terhadap rakyat yang dirugikan akibat ketidakadilan, seperti pedagang kaki lima, penghuni pemukiman “yang dianggap liar” dan yang lainnya. Karena seharunsya fungsi pemerintahan lokal lah yang memikirkan kesejahteraan rakyat, bukannya malah menyingkirkan mereka.
Jakarta, 14 April 2007
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
Sekretaris Jenderal
Irwansyah
Saturday, April 14, 2007
Mengecam tragedi IPDN
Posted by
Perhimpunan Rakyat Pekerja
at
5:05 PM
Labels: Pernyataan Sikap
Subscribe to:
Post Comments (Atom)





















No comments:
Post a Comment