Momentum

MAYDAY 2007

Tuesday, June 5, 2007

DAN,… INILAH KEWAJIBAN KAUM INTELEKTUAL BAGI REPUBLIK

Sapto Raharjanto*

Seribu pahlawan bisa lahir dan mati dalam satu hari di negeri ini. Tetapi tak seorang pun ada yang peduli di tanah air kita ini….Dulu dalam kegelapan, seekor kunang-kunang pun bisa menjadi bintang. Sekarang bintang-bintang yang lahir malah dipadamkan.

(Pramoedya Ananta Toer)


Membicarakan sosok yang satu ini, memang takkan ada habisnya,…seorang yang tanpa basa-basi,..meledak-ledak,..tak merunduk,..serupa api Membakar, berperadu seperti alu dan beras,..dan kemarahan itu terutama sekali ditujukan kepada kolonialisme, feodalisme, kelaliman penguasa, dan terutama kepada sang korup…ya bung Pramoedya Ananta Toer,..sosok yang tak ada habisnya,..dan sosok yang akan selalu dikenang di dalam dunia sastra republik ini, ya dunia sastra untuk sebuah perlawanan terhadap kesewenang-wenangan,…….

Apabila kita coba telaah mengenai konsepsi-konsepsi pemikiran dari bung Pram ini, maka akan tersirat berbagai harapan bagi kaum intelektual Indonesia, agar bisa menjadi kaum yang mengabdikan keilmuannya untuk kemanusiaan, keadilan serta nilai-nilai kebenaran yang kian hari, kian surut di republik ini. Dimana si bung mengatakan “Dan bagi saya, keindahan itu terletak pada kemanusiaan, yaitu perjuangan untuk kemanusiaan, pembebasan terhadap penindasan. Jadi keindahan itu terletak pada kemurnian kemanusiaan, bukan dalam mengutak-atik bahasa”.

Karena disisi lain, tugas kaum intelektual pastilah memiliki sebuah kewajiban sosial yang wajib untuk dilaksanakan, terutama bagi kesejahteraan dan nilai-nilai kemanusiaan, karena atas keringat dan usaha rakyat maka kelompok kelas menengah di Indonesia ini bisa menikmati fasilitas pendidikan yang kemudian menjadikan mereka sebagai kelompok masyarakat yang dianggap terpandang dan memiliki kelebihan daripada masyarakat awam,..lalu dimanakah tanggung jawab sosial kelas menengah ini,…seperti ungkapan bung Pram Aku menulis, bicara, berbuat, tidak pernah khusus untuk diri sendiri, langsung atau tidak, tak ada seorang seniman berseni untuk diri sendiri, masturbasi. Ada faal social didalamnya, makin dikembangkan faal social itu semakin baik. Tak ada orang makan untuk makan.

Ada sebuah tanggungjawab sosial yang harus diperhatikan oleh kaum-kaum intelektual di Indonesia, karena kelompok kelas menengah di Indonesia memiliki kecenderungan untuk berdiri di dua sisi, yaitu mereka bisa terus berada di garis untuk mengabdikan kemampuan intelektualnya bagi nilai-nilai kemanusiaan atau mereka akan mengabdikan kemampuan intelektual mereka untuk kepentingan individu mereka.

Di satu pihak dengan munculnya efek industrialisasi, yang begitu banyak menyerap kaum intelektual ini menjadi tenaga-tenaga ahli untuk menjalankan perputaran roda-roda industrialisasi, dimana didalam dunia yang sangat dituntut untuk memiliki profesionalisme dan loyalitas yang tinggi kepada sang majikan tempat mereka mengabdikan ilmunya tersebut, terkadang nilai-nilai kemanusiaan harus mengalami suatu proses pengebirian dan cenderung membuat manusia, khususnya kaum-kaum intelektual menjadi teralienasi dari sebuah nilai-nilai sosial….bung Pram mengungkapkan Bangsa Indonesia adalah”een natie van koelies, en een koeli onder de naties”(bangsa yang terdiri dari kuli, kuli di antara bangsa-bangsa). Kuli ini sebenarnya terbagai atas dua golongan: yang meneteskan keringat dan yang tidak. Yang tidak bisa dinamai priyayi. Apakah para ahli dan sarjana itu dating ke desa sebagai yang tidak berkeringat menengok yang berkeringat??...Bukankah sebelum pertanian dapat ditingkatkan jadi industri, sebelum dihapusnya pembatasan tanah sampai 2-3 ha, tani masih tetap golongan yang berkeringat dan berkedudukan setinggi lutut berbanding yang tidak berkeringat??..selama keadaan tani masih tetap sebagai penyembah tanah, kedudukan sosialnya tetap seperti jaman batu, dan kolonial.

Ketika para intelektual telah melupakan kewajiban sosialnya, maka diibaratkan republik ini akan kehilangan roh, kehilangan induk ataupun kehilangan sutradara dari sebuah lakon perubahan sosial, karena sang sutradara telah diambil alih oleh sebuah kekuatan besar yang telah membelokkan sebuah kewajiban sosial dari kaum intelektual Indonesia yang harusnya bertanggung jawab sepenuhnya kepada kemanusiaan, keadilan dan kebenaran menjadi sebuah tanggung jawab sosial kepada mesin-mesin industrialisasi,…maka bung Pram pun mengutarakan dalam sejarah umat manusia selalu bisa ditemukan bangsa-bangsa besar yang jatuh menukik jadi bangsa kelas kambing, bangsa yang mengadabkan umat manusia jatuh jadi bangsa penggembala, bahkan bangsa Indonesia yang pernah merajai lautan bisa jadi bangsa kuli selama tigaratus limapuluh tahun atau bahkan seterusnya, bangsa Indian yang merajai perairan tanpa tepi, bisa tersorong masuk dalam reservat para pendatang dan punah,…sekarang tinggal bagaimana kaum intelektual Indonesia memilih,..mau di bawa kemana bangsa ini????.....

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah……..Menulis adalah bekerja untuk keabadian


*Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember, Jawa Timur dan Ketua Biro Penerbitan Centre of Local Economic and Politic Studies (CoLEPS) Jember

No comments: