Momentum

MAYDAY 2007

Thursday, March 29, 2007

Penuntutan Upah Layak Nasional bagi buruh

Pernyataan Sikap Perhimpunan Rakyat Pekerja

UMP 2007 Tidak Manusiawi:
Stop Politik Upah Murah, Bangkitkan Industri Nasional
dengan Upah Layah Nasional!

Salam Rakyat Pekerja,

Pembangunan ekonomi sejak era Suharto hingga pemerintahan SBY saat ini terus berpijak pada politik upah murah yang dipraktekkan di atas penderitaan dan pengorbanan kaum buruh. Di masa Suharto, politik upah murah dijadikan daya tarik untuk menarik investasi asing. Begitu pula saat ini, bahkan ditambah “embel-embel”, bila upah buruh tinggi maka pengangguran akan semakin meningkat. Digembar-gemborkan pula bahwa upah buruh murah harus dijalankan untuk mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja, -penciptaan lapangan kerja dianggap lebih penting daripada meningkatkan kesejahteraan pekerja-. Sungguh, semua ini adalah omong kosong belaka untuk mengelabui kaum buruh dan seluruh rakyat pekerja di negeri ini. Sambil menakuti-nakuti kaum buruh, dikatakan kalau upah buruh tinggi maka akan mengakibatkan perusahaan gulung tikar dan investor lari ke negara lain.

Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa bangkrutnya sejumlah perusahaan yang menyebabkan PHK dan larinya investor ke negara lain bukanlah disebabkan oleh beban upah buruh, melainkan karena ekonomi biaya tinggi (akibat korupsi baik pemerintah pusat maupun daerah, dan biaya-biaya siluman lainnya), kalah bersaing untuk mendapatkan pasar, tingginya harga komponen bahan baku impor, rendahnya tekonologi alat-alat produksi. Hampir tidak ada perusahaan yang bangkrut akibat upah buruh, terkecuali argumentasi dari APINDO, Pemerintah, Bappenas, disaat momentum kenaikan upah minimum untuk tujuan membohongi dan menakut-nakuti kaum buruh agar menerima upah murah.

Upah murah tidak dapat dijadikan solusi untuk mengatasi pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja. PHK, pengangguran dan tidak tertampungnya tenaga kerja dalam lapangan kerja yang ada justru disebabkan oleh Strategi Pembangunan Industri (ekonomi) yang salah resep tetapi sampai saat ini dijalankan sejak pemerintahan Suharto hingga SBY-Kalla. Sistem ekonomi pasar bebas (sistem ekonomi kapitalisme neoliberal), -kami menyebutnya sistem EKONOMI PENJAJAHAN BARU- merupakan penyebab dari kebangkrutan industri kita, meningkatnya jumlah pengangguran, dan tidak tertampungnya tenaga kerja baru dalam lapangan kerja yang ada. Sistem ekonomi Penjajahan baru ini telah memaksa peran pembangunan ekonomi digantungkan pada investasi asing dan pada hutang luar negeri (dan selanjutnya menjadi beban APBN), menuntut dibukanya pasar dalam negeri untuk untuk dimasuki dan dikuasai asing, dibukanya seluruh sektor (termasuk sektor vital dan yang dibutuhkan orang banyak) untuk dikuasai asing, mendorong industri pada strategi ekspor. Semuanya ini meletakkan negara kita menjadi tergantung pada kekuatan asing dan kita tidak mampu mengontrol ekonomi kita sendiri karena kita telah dikuasai negara-negara penjajah dibawah kendali AS (dipimpin oleh George Bush sebagai presiden AS saat ini) dan diikat pada perjanjian-perjanjian dengan IMF, Bank Dunia, WTO, CGI.

UU Ketenangakerjaan nomor 13 tahun 2003 telah mengamanatkan bahwa upah minimum harus didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Justru pemerintah telah melanggar ketentuan ini. Melalui Peraturan Menteri Nomor 17, tahun 2005 (PER-17/MEN/VIII/2005), komponen KHL hampir tidak ada bedanya dengan KHM (Kebutuhan Hidup Minimum). Hanya menambahkan dari 43 komponen (KHM) menjadi 45 komponen (KHL). Bahkan hasil penelitian komponen KHL pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa upah minimum yang diterima pekerja harus mampu ditabung sebesar 20% dari upah minimum yang diterima, didalam Kepmen 17 tahun 2005 dirubah menjadi hanya 2%. Komponen-komponen upah dalam Kepmen tersebut semata-mata menempatkan buruh sama seperti alat kerja lainnya: mesin, kendaraan, dll. Artinya hanya memenuhi kebutuhan agar buruh dapat bekerja untuk esok hari, atau minggu dan bulan mendatang. Akhirnya Kepmen 17/2005 menjadikan UPAH LAYAK bagi kaum buruh, hanyalah slogan kosong tanpa ada usaha serius untuk membuat buruh Indonesia dapat hidup layak.

Saat ini, hampir di seluruh propinsi dan kota/kabupaten telah masuk usulan dari Dewan Pengupahan (Propinsi dan Kota ) kepada gubernur/walikota/bupati untuk ditetapkan. Bila dilihat, dari usulan kenaikannya hampir tidak ada artinya bagi peningkatan kesejahteraan buruh. Hal ini membuktikan bahwa Dewan Pengupahan hanya menjadi institusi untuk memastikan politik upah murah tetap dijalankan di seluruh Indonesia dan wajar jika kemudian ditolak dimana-mana. Bahkan di lapangan, kenaikan upah minimum ini dibandingkan kenaikan harga-harga barang, upah riil yang diterima buruh justru turun dan semakin jauh dari hidup layak. Lihat misalnya UMP DKI, yang diusulkan sebesar Rp. 900.560 justru semakin menjauh dari KHL (versi Dewan Pengupahan Propinsi DKI). Bila di tahun 2006 UMP/KHL adalah 98,53 %, jika nilai UMP yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan diterima yaitu Rp. 900.560 maka UMP/KHL DKI justru semakin turun yaitu hanya 90,78%.

Selama ini argumentasi pemerintah untuk menaikkan gaji aparat pemerintah adalah untuk memberantas korupsi dengan asumsi tidak akan ada korupsi bila pejabat aparatur negara merasa tercukupi secara materi. Pemikiran tersebut sebenarnya juga bisa diterapkan di kalangan kaum buruh, yang bila upah mereka tinggi maka akan mampu mengkonsumsi produksi-produksi di pasar, dengan demikian hal ini akan merangsang peningkatan produktivitas sehingga ekonomi nasional juga akan meningkat. Namun agar menjadi solusi perbaikan ekonomi nasional, maka juga harus dikerjakan dengan program-program ekonomi kerakyatan seperti pembangunan industri nasional yang kuat, produksi untuk dalam negeri harus ditingkatkan dan dilindungi dari intervensi asing, nasionalisasi aset-aset vital, kekayaan alam, tambang yang dikuasai asing, tolak pembayaran hutang luar negeri dan tangkap serta sita harta para koruptor.

Upah Layak Nasional haruslah sesuai dengan kebutuhan hidup layak untuk buruh dan keluarganya mencakup kebutuhan fisik dan mental. Seperti halnya upah PNS, TNI dan Polri, Upah Layak ini berlaku secara nasional. Upah Layak Nasional Buruh selain memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, haruslah mampu membayar cicilan rumah type 36 (untuk 15 tahun), membeli koran, buku-buku, rekreasi, biaya komunikasi dan mampu mengakses perkembangan teknologi dll.

Kesejahteraan haruslah juga dapat dirasakan oleh Kaum Buruh dan Seluruh Rakyat Indonesia dan bukan hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang yang menjadi pejabat, dan penguasa negeri ini!!! Karena pada dasarnya dari kucuran keringat otot-otot rakyat pekerja lah roda-roda perekonomian negeri ini digerakkan!!!

Perjuangan menolak upah murah adalah bagian dari perjuangan melawan sistem ekonomi penjajahan baru (kapitalisme neoliberal) yang dipraktekkan oleh SBY-JK yang telah terbukti semakin menyengsarakan buruh dan rakyat miskin lainnya. Tuntutan ini haruslah diperjuangkan oleh seluruh rakyat pekerja dimanapun berada, dan hanya akan menang bila ini diperjuangkan bersama-sama. Maka dari itu kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap untuk:

1. Menolak formula penetapan UMP/UMK 2007 yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan, karena menghasilkan besaran nominal upah yang tidak manusiawi/tidak layak untuk kebutuhan hidup manusia Indonesia serta dilakukan dengan proses sosialisasi yang cacat – hanya melibatkan serikat buruh, serta intelektual-intelektual pro rejim neolib, yang mau memberi stempel pengesahan politik upah murah.
2. Menuntut diberlakukannya Upah Layak Nasional yang sesuai dengan Kehidupan Layak Nasional. Besaran 3,2 juta yang diusung kawan-kawan gerakan buruh progresif seperti dalam Aliansi Buruh Menggugat adalah besaran yang diperoleh dari perumusan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara politik. Sinisme bahwa jumlah 3,2 juta adalah tidak realistis sebetulnya adalah pembodohan yang menganggap bahwa buruh tidak menyumbang terhadap pembangungan ekonomi dan sekedar kuli kasar yang tidak berhak hidup layak.
3. Menggalang persatuan kaum buruh dan kalangan pro demokrasi sejati untuk melawan Sistem Ekonomi Penjajahan Baru yang dijalankan pemerintahan SBY-JK Pengakuan dan dukungan terhadap Upah Layak Nasional adalah kewajiban seluruh kalangan pro demokrasi untuk mampu bersatu melawan penindasan, penghisapan, dan pembodohan rakyat yang dilakukan secara sistematis oleh rejim SBY-JK yang menjadi antek neoliberalisme.
Jakarta, 16 November 2006

Sekertaris Jenderal PRP


Irwansyah

No comments: