Momentum

MAYDAY 2007

Tuesday, May 8, 2007

Ideologi Partai Politik di Indonesia

Riky Akira*

Ideologi politik sebagai evaluasi orientasi dan eksplanasi agenda politik menjadi hal yang krusial bagi partai politik. Ideologi politik karenanya menjadi basis material bagi kekuatan partai. Karena itulah ketika seseorang melihat partai dan menganalisanya pastilah hal utama yang akan dilihat adalah ideologinya. Kepada siapa partai politik tersebut memihak dan bagaimana langkah-langkah partai politik tersebut untuk mencapai tujuan atau ‘goals’ tersebut akan terungkap pada idelogi, walaupun seringkali tidak terangkum pada satu pegangan atau landasan tertentu seperti AD/ART dan lainnya.

Karena memang ideologi politik suatu partai akan mudah kita analisa dari langkah-langkah dan aktivitas politik partai tersebut. Walalupun begitu memang terdapat banyak partai politik yang mencoba untuk merangkum bahkan mengkodifikasikan ideologi partainya. Bahkan ideologi partai tersebut seringkali dipamerkan pula oleh partai dalam bentuk propaganda atau agitasinya, hal ini tidak lain dan tidak bukan di maksudkan utnuk menggaet dan mengorganisasikan massa dan kader partai politik (bila partai membedakan antara massa dan kader). Jelas, hal ini seakan menjadikan ideologi politik sebagai jualan yang dilakukan partai politik. Meski propaganda dan agitasi tersebut belum tentu sesuai dengan kerja-kerja dan strategi partainya.

Di Indonesia sendiri banyak sekali partai politik yang mengaku-aku memiliki ideologi politik, semacam PNBK dan PNI yang merasa berideologi Marhaenisme Soekarno serta PDIP yang dipimpin oleh keturunan langsung Soekarno tampak malu-malu mengakui ideologi partainya. Adalagi PKB, PAN, PBB dan PPP yang mengaku partai yang berazaskan Islam.Tentu yang sedang naik daun adalah PKS yang secara tegas menyatakan partai politik yang berlandaskan Islam dan mengacu pada piagam “Madinah”. Namun belakangn mengaku sebagai partai nasionalis pula.

Entah benar atau tidak partai-partai politik diatas memiliki ideologi sesuai yang dikatakannya, tetapi yang jelas terlihat adalah seringkali jauh api dari sumbunya, maksudnya, langkah-langkah dan strategi partai politik tersebut kebanyakan tidak menggambarkan apa yang mereka sebut sebagai ideologi politik partai mereka. Langkah-langkah mereka cenderung pragmatis dan oportunis (avonturir). Partai-partai ini hanya menjadikan idelogi tersebut sebagai jualan pada musim pemilu agar laku, sedangkan selepasnya hanya berfikir bagaimana mempertahankan kekuasaan dan kembali mengakumulasikan uang sebagai persiapan untuk musim pemilu berikutnya yang datang tiap 5 tahun sekali. Ternyata terdapat akumulasi primitif di sini. Sehingga saya berpendapat bahwa dengan iklim demokrasi di Indonesia saat ini yang mempergunakan sistem politik dari barat yang telah terbukti gagal, membawa dampak tidak ada kemajuan yang berarti bagi masyarakat untuk terpenuhi hak-hak dan terlaksananya demokrasi secara ekonomi dalam arti pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan.

Setiap hari kita hanya melihat para tokoh politik dan partainya saling beradu kekuasaan, saling menjatuhkan untuk mencapai kekuasaan yang lebih besar, tetapi secara tiba-tiba dan tidak terduga sering pula akan tampil bersama dan bersatu dalam suatu koalisi yang cair. Tentu kita tidak lupa contoh paling mencolok pada masa pra pemilu hingga beberapa waktu lalu yaitu koalisi kebangsaan dan koalisi kerakyatan. Yang menurut saya adalah lelucon terbesar partai-partai politik yang tergabung didalamnya. Partai-partai politik ini membentuk persekutuan atau koalisi tersebut berdasarkan kepentingan atau interes yang sesaat saja. Kenyataannya koalisi tersebut saat ini tidak lagi terdengar kabar.

Apalagi ketika musim pilkada datang dan melanda berbagai daerah di Indonesia beberapa bulan belakangan ini. Semua usaha koalisi tersebut seakan hancur berantakan, masing-masing kelompok kepentingan yang tidak melulu berdasarkan partai politik berlomba-lomba merebut brankas ekonomi dan politik yang bernama kursi kepala daerah (macam bupati, walikota dsb). Semua kegiatan tersebut rentan dengan politik uang , bahkan ancaman ini bisa lebih dahsyat dari pemilu 2004 lalu. Sehingga wajar bila kita lihat di media massa tentang keributan, pukul-pukulan, bahkan pembunuhan atau tindak kriminal lainnya yang mengikuti proses pemilihan kepala daerah tersebut.

Dan ironisnya partai politik tidak memiliki peran signifikan dalam mensukseskan pilkada yang jujur, adil, bersih dan aman di berbagai daerah. Sebab di internal partai sendiri masing-masing orang atau kelompok punya kepentingan masing-masing, tidak ada namanya kepentingan bersama untuk kemajuan bersama dengan membangun daerah. Ini juga menjadi tolak ukur kegagalan partai politik untuk menanamkan nilai-nilai yang terdapat pada ideologi politik tersebut.

Dengan kondisi semacam itu, dimana ada ketimpangan antara ideologi dengan realitas dan antara nilai-nilai dengan langkah-langkah partai politik di Indonesia, maka wajar untuk mempertanyakan apakah partai politik tersebut memiliki ideologi politik yang menjadi eksplanasi /penjelasan agenda politik yang jelas demi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Apakah bagi partai politik masih menganggap ideologi sebagai suatu esensi dari suatu kegiatan politik? Apalagi syarat agar partai politik menjadi kuat dan menjadi kekuatan politik adalah ideologi, yang menjelaskan tantangan zaman/realitas dan kemudian menawarkan solusi beserta agen/aktor yang akan menjalankan misi mencapai tujuan tersebut. Hanya disini saya hanya dapat mengajukan pertanyaan apakah partai politik telah menjadi kekuatan politik di Indonesia? Bila dianggap menjadi kekuatan politik apakah tolak ukurnya, apakah pragmatisme politik?

Contoh: partai Demokrat adalah partai yang katanya mengusung nilkai-nilai demokrasi ala barat dan memiliki cita-cita untuk menjadi seperti partai Demokrat di Amerika yang sangat populer di kalangan menengah kebawah, tetapi terakhir kita dapat menyaksikannya sendiri sepak terjang partai berlogo bintang merah putih dan biru ini. Isi partai politik ini hanya terdiri dari orang-orang yang mencari kepuasan politik. Karena sebagian besar dari anggota partai ini merupakan kader-kader yang lompat pagar dari partai “Mbah” orde baru yaitu Golkar disaat partai ini mengalami delegitimasi. Sehingga layak dipertanyakan apakah partai politik ini punya ideologi ataukah kekuatannya hanya sampai pada figur SBY? Kenyataanya memang Demokrat adalah partai yang rapuh karena struktur yang tidak kuat dikarenakan baru lahir dan terlalu cepat tumbuh atau lebih tepat ‘membengkak’, tetapi paska pemilu bengkak ini semakin mengecil karena daya tarik partai ini hanya kepada person dan institusinya jelek, maka tidak heran akhirnya banyak keributan pula didalamnya memperebutkan kursi-kursi kepemimpinan.

Partai Demokrat kenyataannya juga tidak memiliki basis massa yang jelas, karena tidak ada bentuk pengorganisasian massa dan ormasnya juga tidak nampak, mungkin hanya kelompok-kelompok fans SBY yang kebanyakan ibu-ibu saja. Apa arti partai politik semacam ini dapat menjadi kekuatan politik yang menjadi pilar demokrasi? Saya rasa tidak.

*Ketua Divisi Jaringan dan Hubungan Internasional KP PRP

No comments: