Momentum

MAYDAY 2007

Tuesday, May 15, 2007

Perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Penciptaan Lapangan Kerja di Negeri Sendiri

Ken Budha Kusumandaru*

Berita Kompas 10 Mei 2007 mengangkat tema “Milisi Pemerintah Dibiarkan Menyiksa dan Memeras Para Pekerja Migran”. Dalam berita ini disebutkan bahwa Kepala Pasukan Keamanan Departemen Imigrasi Malaysia, Ishak Mohamed, mendukung tindakan RELA (Ikatan Relawan Rakyat) yang menggerebek para pekerja migran Indonesia di Malaysia, tidak peduli ilegal atau legal, melecehkan mereka yang ditangkap dan merampas barang-barang kepunyaan para pekerja migran itu. Dikatakan bahwa pekerja ilegal asing adalah musuh publik dan tugas RELA adalah untuk membasminya.

Kita bisa menebak bahwa pemerintah Indonesia, seperti biasanya, tidak akan bereaksi apa-apa untuk melindungi warganya. Seringkali malah pemerintah Indonesia ikut-ikutan menyalahkan rakyatnya sendiri yang “melanggar hukum”. Pemerintah Indonesia menutup mata bahwa melubernya pekerja Indonesia ke luar negeri disebabkan kegagalan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja untuk rakyatnya.

Pemerintah lantas berkilah bahwa mereka telah berusaha untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dengan cara menerapkan sistem kerja kontrak dan membuka keran investasi asing selebar mungkin. Tapi, sesungguhnya, hal ini tidak akan mengatasi persoalan. Karena seorang buruh migran pergi ke luar negeri bukan sekedar karena kurangnya lapangan pekerjaan di sini, melainkan karena kurangnya lapangan pekerjaan yang memberi upah layak.

Kalau kita meninjau desa-desa di Indramayu, misalnya, tempat asal begitu banyak buruh migran kita, kita akan mendapati bahwa buruh-buruh migran ini berasal dari kampung-kampung nelayan. Mereka punya pekerjaan, yakni di bidang penangkapan dan pengolahan ikan. Hanya saja, pekerjaan sebagai nelayan (terutama nelayan kecil dan anak buah kapal) tidaklah memberikan kesejahteraan yang memadai. Bekerja sebagai buruh pabrik pun kini tidak tentu upah dan masa kerjanya. Oleh karena itu, banyak warga yang memilih bekerja beberapa tahun di luar negeri. Yang penting dapat banyak uang dulu, sekalipun tahu resikonya. Nanti, kalau sudah pulang bawa uang (begitu mimpi mereka), mereka akan membuka lapangan kerja sendiri.

Jadi, penerapan sistem kerja kontrak dan outsourcing ini, dalam jangka panjang, akan mendorong semakin banyak rakyat pekerja Indonesia yang berusaha mendapatkan pekerjaan di luar negeri – sekalipun pemerintahnya sendiri tidak mau melindungi mereka. Untuk mencegah semakin banyaknya kasus pelecehan terhadap buruh migran (baik laki-laki maupun, terutama, perempuan) kita membutuhkan sebuah pemerintah yang bersedia berjibaku melindungi kepentingan warga negaranya dari tindasan pemerintah asing. Ini tidak akan kita dapatkan dari sebuah pemerintah yang masih mengabdi pada modal asing – seperti pemerintahan SBY-Kalla.

Rakyat pekerja Indonesia telah memekikkan “Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!” Sudah waktunya rakyat pekerja Indonesia mulai memikirkan bagaimana kelak kita akan melindungi buruh-buruh migran kita di luar negeri, sekaligus mencegah arus migrasi itu dengan menciptakan lapangan kerja yang memberi upah cukup bagi hidup yang layak dan bermartabat di negeri sendiri.

*Ketua Divisi Pendidikan KP PRP

1 comment:

Anonymous said...

Setuju sekali! Perlindungan tak mungkin ada tanpa membereskan kerak tebal korupsi di dalam negeri dari pusat sampai di desa ...