Momentum

MAYDAY 2007

Friday, June 22, 2007

Negara ini Bebas Ekspresi dan Pendapat*

Ari Yurino**

Judul diatas sebenarnya memiliki makna ganda. Sama halnya seperti tulisan-tulisan yang sering kita temui dalam satu ruangan yang menyatakan “Ruang ini Bebas Rokok”. Apakah maksudnya ruangan tersebut terbebas dari rokok yang artinya dilarang merokok, atau sebenarnya memang dibebaskan untuk merokok di ruangan itu.

Sama seperti negara kita yang menyatakan negara menjamin rakyatnya untuk memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat. Namun nyatanya ketika rakyatnya ingin berekspresi dan berpendapat, negara segera melakukan pengawasan dan intervensi atau bahkan negara membiarkan suatu kelompok massa untuk menghilangkan kebebasan berekspresi dan berpendapat kelompok lain. Kalau begitu mungkin arti dari judul diatas adalah negara ini terbebas dari ekspresi dan pendapat. Kata lainnya adalah rakyat dilarang untuk berekspresi dan berpendapat.

Bukti dari negara ini terbebas dari ekspresi dan pendapat adalah pengalaman kawan-kawan Papernas dan Ultimus. Agenda kegiatan Papernas dan Ultimus telah beberapa kali gagal dilaksanakan yang disebabkan oleh intimidasi dan aksi pembubaran oleh aparat kepolisian dan beberapa organisasi massa. Yang baru saja terjadi adalah batalnya salah satu rangkaian kegiatan May Rally 2007 yang rencananya berakhir pada tanggal 1 Juni 2007. Agenda diskusi buku “Memahami Revolusi Venezuela” yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2007 dan merupakan acara terakhir dari May Rally 2007 akhirnya harus ditunda. Penundaan tersebut dikarenakan intervensi dari pihak kepolisian yang sejak hari kedua melakukan pengawasan ketat terhadap rangkaian kegiatan ini.

Pada tanggal 14 Desember 2006, bahkan acara diskusi yang diadakan di Ultimus Bandung sempat dibubarkan oleh sekelompok massa. Hal ini dilakukan karena acara tersebut dianggap oleh kelompok massa tersebut menyebarkan paham komunis.

Begitu juga yang dialami oleh Papernas. Beberapa kali agenda kegiatan Papernas selalu saja dibubarkan oleh sekelompok massa yang tidak menginginkan munculnya kembali paham komunis di Indonesia. Bahkan penyerangan secara fisik terhadap massa Papernas sempat beberapa kali dilakukan oleh kelompok massa tersebut.

Upaya mencerdaskan bangsa
Negara jelas memiliki kewajiban untuk mencerdaskan bangsa ini. Upaya mencerdaskan bangsa merupakan komitmen bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Bahkan upaya untuk menyebarkan pemahaman-pemahaman yang mencerdaskan bangsa dapat juga dilakukan oleh rakyat Indonesia.

Hal ini juga yang tercermin dalam rangkaian kegiatan May Rally 2007 di toko buku Ultimus. Diskusi pemikiran Hugo Chavez dalam buku “Memahami Revolusi Venezuela” hanyalah upaya untuk dapat mengkaji dan mengkritisi pengalaman yang terjadi pada bangsa lain. Tentu saja dalam diskusi tersebut tidak mungkin kita mengambil secara mentah-mentah pemikiran Hugo Chavez untuk diterapkan di Indonesia. Karena tentunya kita harus juga melihat kondisi yang terjadi di Indonesia.

Usaha untuk mengkaji dan mengkritisi agar rakyat dapat lebih cerdas seperti inilah yang dihalangi oleh negara. Upaya beberapa organisasi yang menjadi penyelenggara acara tersebut untuk dapat memahami secara lebih jelas pengalaman bangsa lain, ternyata tidak direstui oleh bangsanya sendiri. Bila negara memiliki kewajiban untuk mencerdaskan bangsa, mengapa upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas rakyatnya dicoba untuk dihalangi?

Perlindungan Negara?
Beberapa kali telah terbukti bahwa kelompok massa yang tidak sependapat dengan kelompok lain melakukan penyerangan fisik. Namun kenyataannya aparat yang berwenang, dalam hal ini kepolisian, seakan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Padahal jelas dalam Undang-Undang Dasar kita menyatakan bahwa negara menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi warga negaranya.

Penyebaran paham komunis, seperti yang dituduhkan oleh beberapa kelompok massa, pun sampai saat ini tidak pernah terbukti dilakukan oleh Papernas ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh toko buku Ultimus. Seharusnyalah negara segera menindak kelompok-kelompok massa yang menyebarkan kebencian dan menimbulkan rasa ketakutan pada kelompok lainnya.

Karena memang hal tersebut sudah menjadi bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak warga negaranya. Bukan tidak mungkin, peristiwa seperti ini, akan menimpa kelompok-kelompok lainnya bukan hanya Papernas dan toko buku Ultimus. Dan jelas akibat dari negara tidak memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak untuk berekspresi dan berpendapat maka akan menimbulkan rasa takut dan tidak berani membela dirinya sendiri.

Bila hal ini diteruskan, maka buka tidak mungkin akan terjadi pembodohan terhadap rakyat Indonesia. Dan akibat hal tersebut maka negara akan semakin otoriter dan semakin menindas rakyatnya yang berada dalam posisi yang lemah.

Kesadaran Melawan dan Bersatu
Jika negara sudah tidak mampu atau lebih tepatnya tidak mau melindungi dan menjamin hak-hak rakyatnya, maka tidak aneh jika rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemimpinnya. Bahkan ketika ketidakpercayaan ini memuncak, rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini dapat mengambil alih negeri ini. Karena jelas bahwa selama ini pemerintah kita, hanya memperdulikan kepentingan para pemilik modal dan berusaha membungkam suara-suara yang berusaha mengkritisi para pemimpinnya.

Maka dari itu, kesadaran rakyat untuk bersatu dengan gerakan-gerakan rakyat yang lainnya sudah harus ditumbuhkan. Karena pembungkaman hak untuk berekspresi dan berpendapat bukan hanya dialami oleh Papernas dan Ultimus. Tetapi baik secara sadar maupun tidak sadar rakyat Indonesia sudah sekian lama dibungkam suaranya dan dibodohi.

Ketika kenaikan harga-harga barang, jelas suara rakyat Indonesia tidak dihargai. Karena walaupun banyak sekali rakyat yang menolak kenaikan harga, namun kenyataannya harga tetap saja naik. Atau biaya pendidikan yang semakin tinggi, yang juga menyebabkan semakin tingginya angka bunuh diri pada anak sekolah. Hal ini dipicu karena anak tersebut malu orang tuanya tidak mampu membayar biaya sekolah. Atau tuntutan buruh agar upah layak nasional diberlakukan, namun sampai saat ini pemerintah masih saja berusaha berkelit agar buruh tetap mendapatkan upah minimum. Atau bahkan biaya pupuk dan impor beras yang semakin mencekik kehidupan petani, sementara petani di desa sudah banyak yang dilanda kemiskinan dan kelaparan. Dan masih banyak lagi suara-suara rakyat yang tidak dihiraukan atau tidak didengarkan oleh pemerintah, karena pemimpin kita lebih mendengarkan para pemilik modal dibandingkan rakyatnya.

Maka sudah saatnya, rakyat Indonesia membentuk persatuan dari berbagai sektor, baik itu dari buruh, petani, mahasiswa, rakyat miskin kota, dan kelompok yang lainnya. Dan segera melakukan perlawanan dan perjuangan politik demi merebut kedaulatan rakyat yang saat ini telah dirampas oleh pemimpin bangsa ini yang lebih berpihak kepada para pemilik modal.

Suara rakyat harus kembali didengarkan dan diberikan kebebasan untuk berekspresi dan berpendapat.

*Tulisan ini pernah dipublikasikan oleh Buletin SADAR (prakarsa-rakyat.org)
**Ketua Divisi Propaganda KP PRP


No comments: